PERINGATAN MAULID NABI
I. Devinisi Maulid Nabi
Maulid merupakan bentuk masdar mim, isim zaman, atau isim makan dari fi’il madhi “walada” yang berarti lahir, melahirkan. Maulid memiliki makna Kelahiran, waktu kelahiran atau tempat kelahiran. Sehingga peringatan maulid Nabi ini secara harfiahnya diglobalkan menjadi tradisi memperingati waktu kelahiran nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad lahir hari Senin 12 Rabi’ul Awal tepat pada tahun gajah atau tanggal 20 April 571 M. Peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awal tahun ini (1432 H) bertepatan dengan tanggal 15 Februari 2011 M. Peringatan Maulid Nabi biasanya diisi dengan pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an, sejarah ringkas kehidupan Nabi Muhammad, sholawat, syair-syair pujian atau membaca kitab maulid seperti al-Barzanjiy, ad-Diba’iy yang berisi kisah hidup dan akhlak Rosululloh saw dengan harapan bisa meneladani perilaku Nabi yang mulia dalam segala bidang. Allah berfirman :
لَقَدْكَانَ لَكُمْ فيِ رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَاْليَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا.
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S Al-Ahzab:21)
Peringatan Maulid Nabi sebenarnya sudah diperagakan paman nabi bernama Abu Lahab. Alkisah saat Nabi lahir, Abu Lahab sangat gembira meski akhirnya abu Lahab menjadi musuh Nabi dan kaum Muslimin. Kebahagiaannya diwujudkan dengan membebaskan budak sahaya bernama Tsuwaibah yang kelak menyusui Nabi. Karena itu, tidak heran jika setiap hari Senin, Abu Lahab mendapat keringanan siksa neraka berupa minuman yang mengalir dari sela-sela ibu jarinya.
Imam Bukhori mengisahkan, setelah Abu Lahab meninggal, salah satu familinya bermimpi melihat Abu Lahab dalam kondisi sangat buruk. Ia menanyakan kepadanya perihal situasi yang ia temui setelah kematian. Abu Lahab menjawab :
لـَمْ اَلْقِ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنّـِيْ سَقَيْتُ فِى هَذِهِ بِعِتَاقَتِى ثُوَيْبَةَ.
“Tidak kutemukan sedikitpun kenyamanan, hanya saja aku diberi minuman dari sini (sambil menunjuk ibu jari tangannya), karena aku membebaskan Tsuwaibah” (HR. Bukhori)
Peringatan Maulid pernah pula dilakukan Rasulullah saw yang saat itu diwujudkan dengan berpuasa setiap hari Senin. Saat ditanya mengenai puasanya beliau menjawab :
بِــهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ اُنْزِلَ عَلَيَّ.
“Pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari itu pula aku menerima wahyu (pertama kali)”. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)
Momen peringatan Maulid Nabi yang biasanya diekspresikan dengan mengadakan berbagai efent penting keagamaan dan pembacaan maulid, ditradisikan pertama kali pada abad ke 3 (tiga) oleh penguasa Irbil, Raja Mudhaffar Abu Sa’id Al-Kukburi ibn Zainudin Ali ibn Buktikin.
II. Pendapat Ulama tentang Hukum Maulid Nabi
Mengenai hukum peringatan Maulid Nabi, Imam Suyuti dalam kitab al-Hawi li al-Fatawi berkomentar : “Asal perayaan Maulid Nabi seperti berkumpulnya komunitas masyarakat dengan membacakan Al-Qur’an, kisah-kisah teladan nabi sejak masa kelahiran hingga perjalanan hidupny, dilanjutkan dengan menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, semua itu bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan dan memuliakan derajat Nabi Muhammad dengan ekspresi kegembiraan atas lahirnya nabi Muhammad yang mulia”.
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani menjelaskan tentang alasan diperbolehkannya memperingati Maulid Nabi. Beliau mengatakan bahwa dalam perayaan tersebut ada tiga alasan penting yang terkandung didalamnya :
1. Karena adanya pembacaan shalawat kepada nabi Muhammad yang dikategorikan sebagai amal ibadah sekaligus memiliki keutamaan yang tidak diragukan lagi. Allah berfirman :
اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِـيِّ يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلّـِمُوا تَسْلِيْمًا
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersholawatlah kalian dan ucapkanlah penghormatan untuknya”. (QS. Al-Ahzab: 56)
2. Karena adanya pembacaan sejarah agung Nabi Muhammad dalam menjalani kehidupan sebagai seorang hamba panutan seluruh makhluk, dikategorikan sebagai kekuatan yang mampu mendobrak semangat umat Islam dalam meneladani perilaku beliau.
3. Karena adanya pengajian keagamaan, pembacaan Al-Qur’an, sedekah dan ritual-ritual lain yang dikategorikan pula sebagai anjuran syari’ah.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa peringatan Maulid Nabi yang menjadi tradisi masyarakat setiap bulan Rabi’ul Awal merupakan tindakan positif. Maka para Ulama klasik menggolongkan tradisi ini dalam kategori bid’ah hasanah sehingga merayakannya dihukumi sunnah.
Prosesi peringatan maulid bisa dilaksanakan dalam bentuk apa saja asalkan tidak melakukan hal-hal subversif yang menyimpang dari syari’at Islam, seperti pembauran antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, eksploitasi aurat habis-habisan, tabdzir al mal (menyia-nyiakan harta), apalagi dengan menyakiti badan sebagaimana orang-orang syi’ah yang memperingati wafatnya Sayyidina Husein dengan cara melukai diri sendiri.
والله اعلم بالصواب
I. Devinisi Maulid Nabi
Maulid merupakan bentuk masdar mim, isim zaman, atau isim makan dari fi’il madhi “walada” yang berarti lahir, melahirkan. Maulid memiliki makna Kelahiran, waktu kelahiran atau tempat kelahiran. Sehingga peringatan maulid Nabi ini secara harfiahnya diglobalkan menjadi tradisi memperingati waktu kelahiran nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad lahir hari Senin 12 Rabi’ul Awal tepat pada tahun gajah atau tanggal 20 April 571 M. Peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awal tahun ini (1432 H) bertepatan dengan tanggal 15 Februari 2011 M. Peringatan Maulid Nabi biasanya diisi dengan pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an, sejarah ringkas kehidupan Nabi Muhammad, sholawat, syair-syair pujian atau membaca kitab maulid seperti al-Barzanjiy, ad-Diba’iy yang berisi kisah hidup dan akhlak Rosululloh saw dengan harapan bisa meneladani perilaku Nabi yang mulia dalam segala bidang. Allah berfirman :
لَقَدْكَانَ لَكُمْ فيِ رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَاْليَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا.
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S Al-Ahzab:21)
Peringatan Maulid Nabi sebenarnya sudah diperagakan paman nabi bernama Abu Lahab. Alkisah saat Nabi lahir, Abu Lahab sangat gembira meski akhirnya abu Lahab menjadi musuh Nabi dan kaum Muslimin. Kebahagiaannya diwujudkan dengan membebaskan budak sahaya bernama Tsuwaibah yang kelak menyusui Nabi. Karena itu, tidak heran jika setiap hari Senin, Abu Lahab mendapat keringanan siksa neraka berupa minuman yang mengalir dari sela-sela ibu jarinya.
Imam Bukhori mengisahkan, setelah Abu Lahab meninggal, salah satu familinya bermimpi melihat Abu Lahab dalam kondisi sangat buruk. Ia menanyakan kepadanya perihal situasi yang ia temui setelah kematian. Abu Lahab menjawab :
لـَمْ اَلْقِ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنّـِيْ سَقَيْتُ فِى هَذِهِ بِعِتَاقَتِى ثُوَيْبَةَ.
“Tidak kutemukan sedikitpun kenyamanan, hanya saja aku diberi minuman dari sini (sambil menunjuk ibu jari tangannya), karena aku membebaskan Tsuwaibah” (HR. Bukhori)
Peringatan Maulid pernah pula dilakukan Rasulullah saw yang saat itu diwujudkan dengan berpuasa setiap hari Senin. Saat ditanya mengenai puasanya beliau menjawab :
بِــهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ اُنْزِلَ عَلَيَّ.
“Pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari itu pula aku menerima wahyu (pertama kali)”. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)
Momen peringatan Maulid Nabi yang biasanya diekspresikan dengan mengadakan berbagai efent penting keagamaan dan pembacaan maulid, ditradisikan pertama kali pada abad ke 3 (tiga) oleh penguasa Irbil, Raja Mudhaffar Abu Sa’id Al-Kukburi ibn Zainudin Ali ibn Buktikin.
II. Pendapat Ulama tentang Hukum Maulid Nabi
Mengenai hukum peringatan Maulid Nabi, Imam Suyuti dalam kitab al-Hawi li al-Fatawi berkomentar : “Asal perayaan Maulid Nabi seperti berkumpulnya komunitas masyarakat dengan membacakan Al-Qur’an, kisah-kisah teladan nabi sejak masa kelahiran hingga perjalanan hidupny, dilanjutkan dengan menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, semua itu bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan dan memuliakan derajat Nabi Muhammad dengan ekspresi kegembiraan atas lahirnya nabi Muhammad yang mulia”.
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani menjelaskan tentang alasan diperbolehkannya memperingati Maulid Nabi. Beliau mengatakan bahwa dalam perayaan tersebut ada tiga alasan penting yang terkandung didalamnya :
1. Karena adanya pembacaan shalawat kepada nabi Muhammad yang dikategorikan sebagai amal ibadah sekaligus memiliki keutamaan yang tidak diragukan lagi. Allah berfirman :
اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِـيِّ يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلّـِمُوا تَسْلِيْمًا
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersholawatlah kalian dan ucapkanlah penghormatan untuknya”. (QS. Al-Ahzab: 56)
2. Karena adanya pembacaan sejarah agung Nabi Muhammad dalam menjalani kehidupan sebagai seorang hamba panutan seluruh makhluk, dikategorikan sebagai kekuatan yang mampu mendobrak semangat umat Islam dalam meneladani perilaku beliau.
3. Karena adanya pengajian keagamaan, pembacaan Al-Qur’an, sedekah dan ritual-ritual lain yang dikategorikan pula sebagai anjuran syari’ah.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa peringatan Maulid Nabi yang menjadi tradisi masyarakat setiap bulan Rabi’ul Awal merupakan tindakan positif. Maka para Ulama klasik menggolongkan tradisi ini dalam kategori bid’ah hasanah sehingga merayakannya dihukumi sunnah.
Prosesi peringatan maulid bisa dilaksanakan dalam bentuk apa saja asalkan tidak melakukan hal-hal subversif yang menyimpang dari syari’at Islam, seperti pembauran antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, eksploitasi aurat habis-habisan, tabdzir al mal (menyia-nyiakan harta), apalagi dengan menyakiti badan sebagaimana orang-orang syi’ah yang memperingati wafatnya Sayyidina Husein dengan cara melukai diri sendiri.
والله اعلم بالصواب
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus